Bertawakkal dan berpegang teguh hanya kepada Allah dalam semua urusan adalah prinsip dasar keimanan. Firman Allah :
“ Karena itu, hendaklah kepada Allah saja, orang –orang mukmin bertawakkal” QS. 3:160
“ Dan hanya kepada Allah, hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang beriman” QS. 5:23
“Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya” QS. 65:3
Penggunaan sarana-sarana untuk mencapai tujuan dengan tetap berkeyakinan - bahwa keberhasilannya tergantung pada Allah- tidak menafikan makna tawakkal. Rasulullah SAW orang yang paling bertawakkal kepada Allah tetap menggunakan sarana-sarana fisik untuk memenuhi kebutuhannya seperti berobat sewaktu sakit, dsb.
Penggunaan sarana-sarana jahiliyyah untuk mencapai tujuan, tidak diperbolehkan bagi setiap muslim, bahkan ia wajib menolak dan memeranginya. Demikianlah yang pernah dilakukan oleh Nabi beserta para sahabatnya. Islam memberikan penjelasan yang membedakan cara jahiliyyah dan Islamiyyah dalam hal jimat dan jampi untuk menjaga dan melindungi aqidah ummat dari keterpurukan syirik.
Ta’rif dan Hukumnya
Tradisi ini kemudian dibatalkan oleh Islam. Bahwa tidak ada yang bisa menolak dan menghalangi bahaya kecuali Allah. (QS. 6:17) Sabda Nabi :
Dari Uqbah bin Amir, ia berkata : Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa menggantungkan tamimah (jimat) semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barang siapa menggantungkan wada’ah (sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit) semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya”. HR. Ahmad.
Termasuk dalam pengertian tamimah adalah : jami’ah (aji-ajian terbuat dari tulisan), khorz (jimat penangkal terbuat dari benda-benda kecil dari laut dan semacamnya), hijab (jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi diri) dan semacamnya.
Jika tamimah terbuat dari ayat-ayat Al Qur’an, atau memuat nama-nama dari sifat Allah, ulama salaf berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian memperbolehkan dan sebagian lain melarang, dengan alasan :
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah (sesuatu yang dibuat/dibikin dengan anggapan menjadikan suami/istri mencintai pasangannya, sering disebut :guna-guna/pelet ) adalah syirik” HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Majah.
Ruqyah yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah ruqyah yang berisi permohonan pertolongan kepada selain Allah.
Adapun ruqyah yang menggunakan Asma, sifat, firman Allah, dan pernah dicontohkan Rasulullah , maka hukumnya jaiz/boleh, bahkan dianjurkan. Seperti yang ditunjukkan oleh hadits Imam Muslim :
Dari Auf bin Malik ra, berkata:”Saya pernah meruqyah di masa jahiliyyah, lalu saya bertanya kepada Rasulullah: “Bagaimana menurutmu Ya Rasulallah? Sabda Nabi : “Tunjukkan kepadaku jampi-jampi kalian, tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik”.
Dengan demikian hukum mantera ada dua macam : haram dan halal.
“ Karena itu, hendaklah kepada Allah saja, orang –orang mukmin bertawakkal” QS. 3:160
“ Dan hanya kepada Allah, hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang beriman” QS. 5:23
“Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya” QS. 65:3
Penggunaan sarana-sarana untuk mencapai tujuan dengan tetap berkeyakinan - bahwa keberhasilannya tergantung pada Allah- tidak menafikan makna tawakkal. Rasulullah SAW orang yang paling bertawakkal kepada Allah tetap menggunakan sarana-sarana fisik untuk memenuhi kebutuhannya seperti berobat sewaktu sakit, dsb.
Penggunaan sarana-sarana jahiliyyah untuk mencapai tujuan, tidak diperbolehkan bagi setiap muslim, bahkan ia wajib menolak dan memeranginya. Demikianlah yang pernah dilakukan oleh Nabi beserta para sahabatnya. Islam memberikan penjelasan yang membedakan cara jahiliyyah dan Islamiyyah dalam hal jimat dan jampi untuk menjaga dan melindungi aqidah ummat dari keterpurukan syirik.
Ta’rif dan Hukumnya
- AT TAMA’IM/JIMAT
Tradisi ini kemudian dibatalkan oleh Islam. Bahwa tidak ada yang bisa menolak dan menghalangi bahaya kecuali Allah. (QS. 6:17) Sabda Nabi :
Dari Uqbah bin Amir, ia berkata : Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa menggantungkan tamimah (jimat) semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barang siapa menggantungkan wada’ah (sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit) semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya”. HR. Ahmad.
Termasuk dalam pengertian tamimah adalah : jami’ah (aji-ajian terbuat dari tulisan), khorz (jimat penangkal terbuat dari benda-benda kecil dari laut dan semacamnya), hijab (jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi diri) dan semacamnya.
Jika tamimah terbuat dari ayat-ayat Al Qur’an, atau memuat nama-nama dari sifat Allah, ulama salaf berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian memperbolehkan dan sebagian lain melarang, dengan alasan :
- Umumnya dalil yang melarang bentuk tamimah
- Saddudz-Dzari’ah (preventif), karena memperbolehkan tamimah dari Al Qur’an akan membuka peluang dari selainnya.
- Diperbolehkannya tamimah dari Al Qur’an, menjadi bentuk pelecehan Al Qur’an. Karena pemakainya akan membawanya ke tempat-tempat najis atau sejenisnya. Seperti waktu buang hajat, haidh, junub, dan sebagainya.
- Tamimah dengan Al Qur’an akan berdampak pada pengecilan peran dan tujuan Al Qur’an diturunkan. Sebab Al Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk,bukan untuk tamimah dan isi kalung.
- RUQYAH/JAMPI-JAMPI
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah (sesuatu yang dibuat/dibikin dengan anggapan menjadikan suami/istri mencintai pasangannya, sering disebut :guna-guna/pelet ) adalah syirik” HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Majah.
Ruqyah yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah ruqyah yang berisi permohonan pertolongan kepada selain Allah.
Adapun ruqyah yang menggunakan Asma, sifat, firman Allah, dan pernah dicontohkan Rasulullah , maka hukumnya jaiz/boleh, bahkan dianjurkan. Seperti yang ditunjukkan oleh hadits Imam Muslim :
Dari Auf bin Malik ra, berkata:”Saya pernah meruqyah di masa jahiliyyah, lalu saya bertanya kepada Rasulullah: “Bagaimana menurutmu Ya Rasulallah? Sabda Nabi : “Tunjukkan kepadaku jampi-jampi kalian, tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik”.
Dengan demikian hukum mantera ada dua macam : haram dan halal.
- a. Haram
- b. Halal/boleh
- menggunakan kalamullah, asma’ atau sifat-Nya
- menggunakan Bahasa Arab dan diketahui maknanya
- berkeyakinan bahwa ruqyah tidak mempunyai pengaruh dengan sendirinya, akan tetapi karena taqdir Allah.